Sabtu, 20 Desember 2014

IPB Siapkan Mahasiswa Go Internasional



BOGOR -- Institut Pertanian Bogor (IPB) berlakukan peraturan khusus untuk mengikut sertakan mahasiswanya mengikuti kegiatan seminar riset Internasional. Peraturan khusus itu adalah ide juga kegiatan riset harus berasal dari dan dilakukan sendiri oleh mahasiswa.

"Mahasiswa yang mengikuti seminar-seminar Internasional seperti TRI-U 2012 ini mesti menyampaikan hasil riset yang mereka lakukan sendiri, tidak boleh hanya sekadar study pustaka saja," kata Yonny Koesmaryono, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan IPB dalam konferensi pers TRI-U 2012 di Ruang Sidang Rektor 2, Dramaga, Bogor. 

Ia menambahkan, hasil riset itu harus betul-betul hasil karya mereka. Hal ini diberlakukan agar mahasiswa percaya diri menyampaikan hasil risetnya karena mereka mengerti dengan melakukannya langsung. "Dalam tanya jawab, mereka akan lebih siap dan bisa menjelaskan dengan detail," ungkap Yonny.

Selain itu, tambahnya, mereka akan sanggup berdiskusi langsung dengan tingkatan akademik yang lebih tinggi, sampai membahas pengetahuan dasarnya. Menurutnya, peraturan ini diberlakukan agar mahasiswa yang presentasi dihadapan khalayak Internasional menguasai riset mereka berdasarkan apa yang telah mereka lakukan.
  
"Tentu selain itu pun akan dipilih berdasarkan kemampuan berbahasa Inggris dan perilakunya yang tidak rendah diri tapi juga tidak sombong," ujarnya.  

Kepala Sub Direktoral Program Internasional IPB, Muhammad Agil, mengatakan dengan peraturan ini akan meningkatkan kemampuan mahasiswa hingga akhirnya meningkatkan level pendidikan Indonesia juga. "Masyarakat yang menyangsikan pendidikan di Indonesia dapat sejajar dengan luar negeri akan berubah pikiran," kata dia. Namun, tambahnya selama masih setingkat Asia, mahasiswa Indonesia tentu dapat bersaing.[Noe/Republika.com]

Pendidikan Harus Jadi Sesuatu yang Membahagiakan




Anies Baswedan memilih mendengarkan langsung laporan dari siswa yang mengalami kendala dalam pengajaran kurikulum 2013.
Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar-Menengah Anies Baswedan berniat mengubah pola pikir para peserta didik dan orangtua murid yang menganggap pendidikan adalah penderitaan. Sebab saat ini, masih banyak anak-anak putus sekolah akibat biaya pendidikan yang cukup tinggi dan intensitas belajar di sekolah yang kian membenani.

"Pendidikan harus jadi sesuatu yang membahagiakan. Kalau pendidikan jadi penderitaan, itu mengerikan sekali," kata Anies di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (13/11/2014).

Rektor Universitas Paramadina ini menjelaskan, jika pendidikan masih dianggap sebagai sesuatu hal yang menyulitkan, maka negara tidak dapat melahirkan generasi penerus yang andal.

"Kapan kita bisa menghasilkan anak-anak pembelajar kalau belajarnya adalah penderitaan? Itu nggak boleh," ucap dia.

Untuk itu, ia berencana mengubah konsep metode pembelajaran dan pengajaran di sekolah, sehingga para peserta didik dan orangtua tidak lagi menganggap bahwa pendidikan merupakan sesuatu yang membebani.

"Kementerian ini harus memunculkan konsep dan metode bahwa pendidikan itu menyenangkan, mencerahkan. Pendidikan bukan sesuatu yang membebani," tandas Anies. [noe/liputan6]

Bahan Sampah Disulap Arif Menjadi BBM Setara Pertamax

sampah jadi pertamax




Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dapat disikapi dengan respon positif. Berbagai cara dilakukan untuk menekan biaya transportasi. Salah satu kreatifitas yang dilakukan antara lain menggunakan gas LPG sebagai alternatif pengganti. Yang lebih hebat lagi seorang mantan guru SMA di kabupaten Jombang, Jawa Timur yang bisa mengubah sampah organik menjadi BBM beroktan 93 atau setara dengan Pertamax.

Arif Wibowo saat ditemu wartawan di Desa Kaliwungu, Kecamatan Kota Jombang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, mengungkapkan bahwa membuat BBM dari sampah organik ternyata cukup sederhana. Prosesnya ia mengumpulkan dedaunan kering atau jerami kemudian ditumbuk hingga menjadi serbuk seperti dilansir dari okezone.com.

Setelah mendapatkan serbuk jerami atau dedaunan kering, kemudian Arif mencampurnya dengan cairan limbah tetes tebu kemudian diaduk rata. Pada campuran tersebut juga dimasukkan ragi. Jika proses pencampuran selesai, hasilnya kemudian difermentasi dengan cara ditutup rapat dan disimpan selama 14 hari.

Belum selesai sampai disitu. Setelah menunggu setelah 14 hari kemudian cairan tersebut disuling dengan merebusnya menggunakan alat yang didesain secara khusus olehnya hingga mengeluarkan minyak.

Minyak tersebut kemudian ia taburi dengan kapur barus. Tujuannya agar kadar oktannya meningkat dengan menggunakan kapur barus.

Hasilnya, Arif mampu memproduksi sendiri bahan bakar minyak dengan kadar oktan 93 dari sampah organik. Mantan guru yang menyandang predikat guru teladan dari LIPI pada tahun 2008 ini masih terus mengembangkan penelitiannya tersebut.

Dari hasil penelitiannya tersebut ternyata membuat beberapa peneliti dari Australia tertarik untuk memberdayakan Arif. Pasalnya harga BBM di Australia sangat mahal namun disisi lain sampah organik melimpah di negeri Kangguru tersebut.

Arif menolak tawaran tersebut meskipun diembel-embeli dengan imbalan yang sangat besar. Arif khawatir dirinya tidak bisa mengembangkan penelitiannya di Indonesia. Hebatnya lagi, berdasarkan perhitungan Arif, ongkos produksi Pertamax organik miliknya hanya birkisar antara Rp 5.800 perliter. Lebih murah dibandingkan dengan BBM bersubsidi sekalipun.

Arif berharap agar pemerintah bisa merespon hasil karyanya. Sampai saat ini hasil karyanya sudah digunakan oleh beberapa perusahaan swasta dan dipastikan aman untuk kendaraan bermotor. Dengan menolak tawaran dari Australia, Arif berhadap penemuannya bisa dimanfaatkan untuk membantu masyarakat. [noe/Liputanislam.com]

Popularitas Gamelan di Amerika Meningkat



Fransiska, salah satu penonton asal Jerman di acara festival musik “Performing Indonesia” yang pernah diadakan di Smithsonian, Washington, DC mengatakan “Suara gamelan sangat menarik.”

Selain Fransiska ternyata banyak penonton lain yang terpesona ketika melihat banyak warga Amerika dengan bangganya ikut tampil dan memainkan kgamelan sambil mengenakan pakaian tradisional Indonesia seperti dilansir dari pikiranrakyat.com.

Gamelan Jawa sudah diperkenalkan oleh mendiang Mantle Hood, seorang ahli musik Amerika, yang membuat program gamelan Jawa dan Bali di University of California at Los Angeles (UCLA), setelah mempelajari gamelan secara langsung di Indonesia.

Tak berselang lama kemudian ia mengundang beberapa pengajar gamelan dari Indonesia, salah satunya Hardja Susilo dari Yogyakarta yang saat ini menjadi guru gamelan di Hawaii.

Sejak itulah berbagai Universitas di AS, seperti Wesleyan, University of California, Berkeley, Cornell, Yale dan Harvard mulai mengikuti jejak UCLA dengan mengadakan kelas gamelan di kampusnya. Ketika sebuah kampus memiliki instrumen gamelan, hal tersebut pun dianggap sebuah hal yang bergengsi bagi mereka.

“Gamelan menjadi satu tanda atau simbol eksklusif,” kata Andrew Clay McGraw (39), dosen jurusan Etnomusikologi di University of Richmond, Virginia, di mana tersedia mata kuliah gamelan yang juga diajarnya.

Beberapa diantara mahasiswa yang mengambil kelas gamelan meskipun dari latar belakang jurusan yang berbeda mengakui bahwa mereka jatuh cinta saat itu juga setelah mendengar suara alunan gamelan.

Andrew mengatakan bahwa orang Amerika menganggap bahwa gamelan merupakan sebuah hal yang berbeda sehingga dianggap keren karena merupakan hal yang baru bagi mereka meskpun sebetulnya di Indonesia sudah 1000 tahun yang lalu. Andrew pun memaklumi jika anak-anak Indonesia kurang tertarik pada gamelan karena mereka sudah pernah tahun sebelumnya sementara berbeda bagi orang Amerika yang menganggap gamelan sebuah hal yang baru. [noe/liputanislam.com]